top of page

FOCUS GROUP DISCUSSION

1. Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja

Pada saat pertama kali diumumkan pada pidato Presiden RI yaitu bapak Jokowi pada 2019 lalu konsep Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja ini sudah menuai polemik dari masyarakat. Banyak masyarakat bingung dan bertanya-tanya seperti apa UU ini nantinya ketika disahkan.

Hal ini yang membuat ALSA LC Unhas ingin mengkaji hal tersebut dan hadirlah kajian FGD pada tanggal, 04 maret 2020 dengan mengangkat topik diskusi “Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kejra” yang dimana Andi Ilham Taufik Ramli sebagai pemantik pada diskusi ini, diskusi berjalan dengan penuh dialektika para peserta diskusi yang hadir turut memberikan argumen serta pertanyaannya terkait RUU ini.

Dan alhasil kesimpulan yang bisa kita dapat dari diskusi ini ialah pada saat itu (04 Maret 2020) konsep omnibus law masih awam dikalangan masyarakat dan masih membuat masyarakat kebingungan, alhasil para peserta diskusi saat itu sepakat untuk kita sama sama mengikuti perkembangan dari RUU ini.

2. Kepailitan Akibat Covid-19

Pemerintah mengumumkan dua kasus pasien positif Covid-19 pada tanggal 2 maret 2020. Pada saat itu Indonesia begitu sangat dihebohkan. Terkhusus kepada para pelaku usaha. Hingga pada pertengahan maret Covid-19 kian membludak yang membuat beberapa kampus dan perkantoran melakukan Work From Home,yang dimana banyak orang yang takut keluar akibat ketakutannya pada Covid-19.

Tak sedikit para pelaku usaha yang diajukan pailit maupun mengajukan dirinya secara pailit. Seperti yang kita ketahui bahwa kepailitan adalah suatu kondisi atau keadaan ketika pihak yang berhutang (debitur) yakni seseorang atau badan usaha tidak dapat menyelesaikan pembayaran terhadap utang yang diberikan dari pihak pemberi utang (kreditur).

Indra selaku pemateri juga menjelaskan terkait landasan hukum kepailitan yang dimana dia menjelaskan bahwa landasan hukum kepailitan ialah sebagai berikut :

a) Lex Specialist Derogat Legi Generali b) Exceptio non adimpleti contractus c) KUHD Pasal 749 – 910 Wvk – ketidakmampuan pedagang d) Reglement op de Rechsvordering (Rv) Pasal 899 – 915 Rv – keadaan nyata-nyata tidak mampu membayar bagi orang yang bukan pedagang e) Faillissementsverordening S.1905-217 jo. S.1906-348 f) PERPU No. 1 Tahun 1998 g) UU No. 4 tahun 1998 h) UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Diundangkan tanggal 18 Oktober 2004) – SEKARANG.

Selain dasar-dasar diatas tersebut pada fgd kali ini juga dijelaskan mengenai pihak pihak yang dapat dipailitkan yang dimana pembicara pada fgd menjelaskan bahwa pihak-pihak yang dapat dipailitkan antara lain :

a) Orang-perorangan b) Debitor yang menikah c) Harta peninggalan d) Perkumpulan perseroan e) Penjaminan (guarantor)

Dan tak lupa yang paling menarik dan cukup penting untuk diketahui pada diskusi ini adalah pada saat pembahasan mengenai kurator, pembicara menjelaskan mengenai tugas dan tanggung jawab kurator sebagai berikut :

A. Tanggung Jawab Pribadi B. Mengumumkan Putusan Pailit dan Agenda Pailit di Media Cetak dan B.N C. Melakukan pengurusan harta dan memastikan harta Pailit tidak dirugikan D. Memperhatikan kelangsungan usaha Debitor Pailit E. Melakukan Verifikasi Pajak dan Pencocokan Piutang F. Mengumumkan dan Mengupayakan terjadinya perdamaian G. Melakukan Likuidasi

Alhasil forum pada saat diskusi hari itu sepakat bahwasanya Covid-19 sangat meresahkan banyak pelaku usaha di Indonesia, namun kita tak bisa tinggal diam dan harus terus coba untuk beradaptasi dengan keadaan. Pada saat itu pula media memberitakan bahwasanya perkara kepailitan melonjak drastis hal ini dikarenakan banyaknya para pelaku usaha yang tidak dapat adaptasi terhadap kondisi. Peran pemerintah juga disini tidak bisa hanya sekedar diam, pemerintah harus berfikir kreatif bagaimana agar masalah ini cepat selesai. Maka dari itu dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dan para pelaku usaha serta masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini.

3. Polemik dari Revisi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

Pada diskusi yang dilaksanakan pada tanggal 11 juni 2020, ALSA LC Unhas mengundang walhi sulsel untuk menjadi pembicara. Diskusi dipenuhi dengan antusias dan Amin selaku pemateri menjelaskan materinya dengan sangat baik dan sangat jelas sehingga antusiasme pada saat itu semakin terasa dengan pemateri dicecar pertanyaan oleh para peserta diskusi. Diskusi kali itu juga membahas isu yang kian hangat dibahas pada saat itu yaitu revisi

undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Pembicara memulai diskusinya dengan menjelaskan tentang apa itu pertambangan apa itu mineral dan apa itu batubara. menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sedangkan mineral adalah sedangkan mineral menurut beberapa literatur adalah padatan senyawa kimia homogeny, non-organik, yang mempunyai bentuk teratur ( sistem kristal ) dan terbentuk secara alami. Sedangkan batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil yang sangat penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Seperti minyak bumi, banyak sekali kegiatan sehari-hari kita yang memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi.

Setelah menjelaskan mengenai definisi tersebut, masuklah pada poin yang ingin dibahas yaitu masalah perevisian undang-undang ini. Amin selaku pembicara memaparkan poin-poin apa saja yang direvisi pada undang-undang tersebut, amin menjelaskan beberapa poin diantaranya, Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Katanya hal ini di buat agar dapat meminimalisir kkn di daerah.

Peserta diskusi juga disuguhkan data terkait penambangan ilegal di sulawesi selatan yang kerap terjadi beberapa tahun terakhir. Seperti misalhnya di maros, pembicara menjelaskan bahwasanya terdapat puluhan penambang pasir ilegal dimaros.

Diakhir sesi pembicara mengemukakan bahwasanya walhi akan terus mengawal hal ini dan pembicara juga mengharapkan partisipasi dari NGO lain

agar sekiranya permasalahan khususnya di bidang pertambangan ini dapat terselesaikan dan para pelanggar dapat dihukum seadil-adilnya.

4. Mengupas Polemik Omnibus Law Ciptaker; Solusi atau Masalah ?

Omnibus law diketuk disidang paripurna pada tanggal 5 oktober. Hal itu membuat satu indonesia gempar. Para mahasiswa tak tinggal diam, mereka mengumpulkan massa dan mulai turun kejalan. Nyanyian buruh tani terdengar satu indonesia. Banyak cara dapat kita lakukan dengan protes, salah satunya dengan tulisan. Namun sebelum itu kita harus mengkaji lebih dulu masalah yang kita mau permasalahkan, maka dari itu ALSA LC Unhas mengadakan sebuah kajian yang khusus membahas tentang omnibus law, ALSA LC Unhas membahas 10 cluster pada omnibus law.

Cluster pertama mengenai urusan penyederhaan lahan, pada saat itu dibawakan oleh APR Dept adapun poin yang dibawakan pada saat memaparkan :

RUU Cipta Kerja menyederhanakan perizinan dengan proses pengurusan yang relatif singkat, Prosedur yang tidak rumit dan biaya yang murah. Menghapus Persyaratan administratif yang meliputi:

a. Persyaratan status hak atas tanah b. Status kepemilikan bangunan gedung c. Izin mendirikan bangunan

Implikasi hukum dari penyederhanaan perizinan ini adalah akan menambah minat investor karena ada efisiensi biaya yang dikeluarkan oleh investor dan juga menciptakan nilai tambah serta penyerapan tenaga kerja.

Cluster kedua dibahas oleh funding department dengan membahas permasalahan persyaratan investasi: Awalnya menjelaskan terkait dasar hukum investasi, lalu langsung melanjutkan membandingkan antara UU penanaman modal dengan UU Cipta Kerja.

a) UU Penanaman Modal tidak terdapat pembagian persyaratan jenis usaha berbasis resiko sedangkan UU Cipta Kerja terdapat. b) UU Penanaman Modal memberikan wewenang ke pemerintah daerah untuk mengatur perizinan (Pasal 30 tentang PENYELENGGARAAN URUSAN PENANAMAN MODAL) sedangkan UU Ciptaker langsung ke pemerintah pusat

Cluster ketiga dibahas oleh LRCD Dept yang membahas terkait cluster ketenagakerjaan. Pada saat pemaparan LRCD menjelaskan beberapa poin terkait cluster ini, diantaranya :

Poin terkait waktu istirahat dan cuti, yang dimana implikasi hukumnya antara lain :

A. Dalam Undang Undang Ketenagakerjaan aturan tentang istirahat mingguan diatur dalam 5 hari kerja dengan 2 hari dan dan 6 hari kerja dengan 1 hari istrihat sedangkan dalam UU cipta kerja hanya diatur istirahat dalam 6 hari kerja dengan 1 hari istirahat. B. Aturan tentang istirahat panjang selama 2 bulan setelah bekerja selama 6 tahun berturut turut diatur dakam UU Ketenagakerjaan sedangkan dalam UU cipta kerja aturan itu diserahkan kepada perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati C. Cuti Menjalankan Ibadah Keagamaan, Cuti Haid, Cuti hamil-melahirkan, Hak untuk Menyusui masing masing diatur dalam UU ketenagakerjaan dengan pasal berturut turut 80-83, dan dalam UU Cipta kerja aturan

tersebut ditiadakan dan dikembalikan pada aturan perusahaan atau perjanjian kerja sama yang disepakati

Lalu pada poin berikutnya yaitu upah, yang dimana implikasi hukumnya antara lain :

a) UU Cipta Kerja hanya mengatur kelembagaan Dewan Pengupahan (secara terpusat), sehingga seolah menghapus keberadaan struktur Dewan Pengupahan Daerah. b) UU Cipta Kerja disinyalir memangkas beberapa hak upah karena cuti pekerja/buruh ketika tidak masuk kerja dalam kondisi tertentu yang dalam Pasal 93 ayat (2) UU Ketenagakerjaan upahnya tetap wajib dibayar perusahaan. Namun, dalam Pasal 93 UU Cipta Kerja, seperti pekerja yang sedang haid, melahirkan, menikah, menjalankan perintah agama, dan lainnya seolah tidak lagi dibayar upahnya. c) UU Cipta Kerja akan mendatangkan investor buruk yang bakal mengeksploitasi sumber daya alam (SDA), melegalkan upah murah. Sementara hukuman bagi pengusaha nakal hanya sanksi administrative. d) Upah yang diterima buruh akan berkurang karena tidak ada lagi upah minimum sektoral, upah minimum kabupaten/kota. Bahkan UU Cipta Kerja akan mengatur UM Padat Karya yang nominalnya lebih rendah dari UM Provinsi.

Lalu selanjutnya LRC Dept juga membahas dengan konprehensif mengenai jaminan sosial dan pemutusan hubungan kerja.

Setelah LRC Dept dilanjutkan dengan HRD Dept yang membawakan cluster urusan pengadahan lahan : Pada HRD Dept lebih menekankan tentang bank tanah dan beberapa poin yang cukup ambigu di UU ciptaker ini seperti, sebelumnya pada UU No. 41 Tahun 2009, terdapat kata Setiap pejabat pemerintah yang berwenang

menerbitkan izin pengalihan lahan pertanian….. namun pada UU Ciptaker ini kata berwenang dihilangkan dan kata izin diganti menjadi persetujuan.

Sedangkan cluster kemudahan berusaha dijelaskan oleh external dept, ext dept menjelaskan cluster ini dengan komprehensif dengan menjelaskan mengeai kemudahan apa terkait berusaha ini, adapun ext dept memaparkan terkait

a. Administrasi lebih mudah b. Peluang investor lebih besar c. Lapangan kerja lebih banyak

Mootcourt pun mendapat gilirannya dengan membawakan cluster urusan dukungan riset dan inovasi, disini mootcourt departement menjelaskan pasal uu yang berubah karna adanya uu ciptaker ini.

UU BUMN adalah salah satunya, tepatnya pada pasal 66

1. Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kepanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN 2. Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih tahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri

Dan juga pasal 48 UU No. 11 tahun 2019 tentang sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi.

1) Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk badan riset dan inovasi nasional.

2) Badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Presiden. 3) Ketentuan mengenai badan riset dan inovasi nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Giliran administrasi pemerintah dibahas oleh Internal Dept. Internal dept menjelaskan dengan sangat komprehensif. Dan adapun implikasi hukum terkait administrasi pemerintah ini ialah :

Omnibus Law UU Cipta Kerja mengembalikan sistem sentralistik. Kewenangan pemda dikembalikan ke pemerintah pusat seperti sebelum reformasi. Unsur pemerintah daerah di situ hanya sebagai pelengkap saja karena esensinya pemusatan kewenangan di pemerintah pusat. Penegasan sistem Presidensial sangat kuat terasa dalam UU Cipta Kerja ini. Dalam RUU ini, beberapa kali ditegaskan bahwa Kekuasaan Pemerintahan adalah milik Presiden. Kepala Daerah dan Menteri merupakan pembantu Presiden. Isu menarik lainnya berkaitan erat dengan klater isu Administrasi Pemerintahan adalah terkait dengan Kewenangan Presiden untuk membatalkan Perda. Secara hukum, putusan Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa kewenangan Pemerintah Pusat untuk mencabut atau membatalkan Perda adalah inkonstitusional. Pembatalan perda merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif dan tidak dimaksudkan menggantikan kewenangan judicial review. Pihak yang merasa dirugikan masih dapat mengajukan judicial review. Dengan menghidupkan semua kembali ke pusat dan sentralistik ke presiden, ini, akan sangat berbahaya. Itu karena berimplikasi dapat menumpukkan kekuasaan tersebut ke pusat dan dalam hal ini langsung dipegang oleh presiden. Semangat sentralisasi yang dilakukan Orde Baru dalam rentang sejarah yang terjadi di masa lalu itulah yang membuat terjadinya kritik dan krisis pemerintahan akhir tumbangnya Orde Baru. Bahanyanya ialah semangat serupa kelihatannya mau dibangkitkan meski dengan porsi yang berbeda. Ini dapat mendatangkan

kontraksi politik yang tidak sederhana di dalam politik lokal, termasuk relasi antara pusat dan daerah yang sekian lama ini memang selalu mendapatkan porsi perdebatan tentang perimbangannya. Penting untuk kembali membicarakan posisi pemerintah daerah dalam prinsip negara kesatuan karena napas sentralisasi terlalu terasa dalam UU ini dan bahayanya karena sentralisasi inilah yang sekian lama dikritisi dalam sejarah negara ini sehingga melahirkan otonomi. Menarik kembali menjadi sentralisasi bisa menjadi benih yang berbahaya.

Secretariat Dept membahas mengenai urusan pengenaan sanksi, disini secretariat dept menjelaskan dengan sangat detail mulai dari sanksi UU tata ruang hingga uu ketenagakerjaan. Dijelaskan mengenai deliknya, hingga apa yang berubah pada uu cipta kerja.

Kedua dari terkahir, english dept mendapatkan cluster urusan kemudahan pemberdayaa dan perlindungan umkm. Disini english dept menjelaskan implikasi hukum yang akan terjadi terhadap cluster ini antara lain : Ada potensi resiko ke depan, apabila kemitraan yang diterapkan hanya dalam rantai pasok (supply chain) saja mengingat terdapat banyak pola Kemitraan yang diatur dalam Pasal 26 UU UMKM yang memiliki karakteristik tersendiri dan belum tentu cocok dengan kemitraan yang dilakukan dalam rantai pasok (supply chain). Hal tersebut bertentangan dengan Asas Efisiensi Berkeadilan dan Asas Kemandirian yang dikenal dalam UU UMKM. Kedua asas tersebut dalam pelaksanaannya bertujuan untuk mewujudkan peningkatan daya saing UMKM. Perdagangan kecil dan menengah juga akan tergeser dari persaingan AFTA dan Free Trade jika tidak menerapkan rantai pasok yang efektif dan efisien. Bentuk rantai pasok yang efektif akan memberikan peningkatan dalam strategi kompetitif UMKM. Strategi rantai pasok yang benar akan

memberikan keunggulan UMKM dalam hal harga, kualitas, produk standar, waktu pengiriman dan layanan konsumen.

Dan cluster terkahir yang dibahas pada FGD Omnibus law adalah cluster urusan investasi dan proyek pemerintah yang dibawakan oleh tim department, disini tim dept menjelaskan mengenai urgensi dari cluster ini.

Salah satu alasan utama pemerintah menghadirkan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja ini adalah untuk memacu investasi agar tercipta lebih banyak lagi lapangan kerja.

Pertumbuhan investasi memang lumayan tinggi hal itulah yang membuat porsi PDB terus meningkat, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan rerata negara berpendapatan menegah-bawah maupun kelompok negara berpendapatan menengah-atas.

Adapun kesimpulan pada FGD kemarin adalah, omnibus law masih menerima banyak penolakan, walaupun diforum ada yang menerima omnibus law dengan alasan ekonomi namun banyak juga yang menolak karna alasa formil yang cacat.

5. Memahami mengenai perspektif hukum terkait perdagangan bebas Asia-Pasifik

FGD ini dilaksanakan sebagai pembahasan isu yang lagi hangat dibicarakan dan diangkat di seminar dan workshop nasional malamg, yaitu mengenai perdagangan bebas asia-pasifik.

Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) adalah suatu Kawasan Perdagangan Bebas Asia Pasifik yang saat ini sedang diupayakan perwujudannya oleh 21 anggota kerjasama ekonomi lintas kawasan Asia Pasifik atau Asia- Pacific Economic Cooperation (APEC). FTAAP merupakan

salah satu upaya APEC meningkatkan integrasi ekonomi regional dan capaian deklarasi Bogor Goals, yaitu penciptaan perdagangan dan investasi yang terbuka.

Latar belakang FTAAP :

1) Lahirnya APEC pada tahun 1989.

2) Pada tahun 1994 pertemuan di Bogor yang dikenal dengan nama Declaration of Common Resolve.

3) Peningkatan total perdagangan barang dan jasa di antara anggota APEC sebesar 5 kali lipat pada tahun 2010

4) Disepakatinya the Beijing Roadmap for APEC’s Contribution of The FTAAP pada tahun 2014

Namun dengan adanya pasar bebas ini sangat berdampak pada UMKM. Permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di era pasar bebas:

Omset penjualan yang semakin menurun. Ketika omset penjualan yang semakin menurun tentunya UMKM tidak memproduksi lagi barang-barang dengan jumlah yang besar, dan berpotensi pada pemutusan hubungan kerja (PHK) demi menstabilkan pengeluaran dengan pemasukan dari usaha tersebut. pemutusan hubungan kerja yang dilakukan UMKM tentunya akan berdampak pada permasalahan kemiskinan khususnya pada taraf pendapatan dan kesenjangan sosial.

Perlunya perlindungan hukum terhadap UMKM dalam menghadapi era pasar bebas (ACFTA/FTAAP) dengan cara:

Pemberlakuan hukum Anti-dumping. Anti-dumping adalah salah satu perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, jika terbukti bahwa adanya produk-produk China yang melakukan dumping (menjual barang di luar lebih murah daripada dalam negeri).

Kebijakan pengamanan Perdagangan (Safeguard). Safeguard adalah suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah negara pengimpor untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah kerugian serius terhadap industri dalam negeri akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

Dalam bentuk peraturan pelaksanaan Bea Masuk Imbalan. Bea Masuk Imbalan adalah bea masuk tambahan yang dikenakan terhadap barang impor, di mana ditemukan adanya subsidi yang diberikan di negara pengekspor terhadap barang tersebut. Bea Masuk Imbalan sama pula dengan anti subsidi.

Kesimpulan pada FGD ini adalah, Indonesia sekarang sudah siap untuk menghadapi FTAAP dengan catatan bahwa indonesia harus memperhatikan kepentingan rakyat juga seperti UMKM dan harus memikirkan dengan matang resiko apa yang akan terjadi pada para pelau usaha di Indonesia

36 views0 comments

Recent Posts

See All

ALSA Social Event

Berdasarkan program kerja External Affairs Department ALSA LC Universitas Hasanuddin, ALSA LC Unhas telah melaksanakan ALSA Social Event...

Comments


bottom of page