top of page

Perbandingan Sistem Hukum dalam Struktur Peradilan di Indonesia dan Malaysia

Perbandingan Sistem Hukum dalam Struktur Peradilan di Indonesia dan Malaysia

Oleh: Syarifah Nurul Hidayah

Indonesia menyerap hukum yang berasal dari Belanda, Hal ini terjadi karena sejarah telah mencatat indonesia dijajah oleh belanda selama kurang lebih tiga ratus tahun lamanya, sehingga membawa pengaruh Belanda yang memiliki sistem hukum Common law kepada Indonesia. Walaupun Indonesia membagi antara hukum Publik dan Hukum Privat akan tetapi keduanya masih dalam satu atap Peradilan.  Pasal 24 ayat (2) UUD NKRI 1945 terdapat 4 (empat) lingkungan peradilan di Indonesia berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD NKRI 1945, antara lain:

  1. Peradilan Umum; Meliputi sengketa pidana dan perdata

  2. Peradilan Agama; Meliputi hukum keluarga seperti perkawinan, perceraian dan lain-lain

  3. Peradilan Tata Usaha Negara; Meliputi sengketa antar warga Negara dan pejabat tata usaha Negara

  4. Peradilan Militer; Meliputi kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh milliter

Lingkungan Peradilan tersebut memiliki struktur dengan peradilan tingkat banding yang semuanya bermuara kepada Mahkamah Agung (MA). Dibawah Mahkamah Agung terdapat Pengadilan Tinggi untuk Peradilan Umum dan Peradilan Agama di tingkat ibukota Provinsi.

Adapun Pengadilan Khusus yang terdapat di Indonesia, Pengadilan Khusus di Indonesia masing-masing memiliki kewenangannya sendiri antara lain :

  1. Pengadilan Niaga; dibentuk dan didirikan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 97 Tahun 1999. Kewenangan Pengadilan Niaga antara lain adalah untuk mengadili perkara Kepailitan, Hak atas Kekayaan Intelektual, serta sengketa perniagaan lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

  2. Pengadilan HAM; dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Kewenang Pengadilan HAM adalah untuk mengadili pelanggaran HAM berat, sebagaimana yang pernah terjadi atas kasus pelanggaran hak asasi berat di Timor-Timur dan Tanjung Priok pada Tahun 1984. Pelanggaran hak asasi tersebut tengah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2001 atas pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang saat ini diubah melalui Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2001.

  3. Pengadilan Anak; dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, yang mana merupakan implementasi dari Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi, bahwa setiap anak berhak atas perlindungan, baik terhadap eksploitasi, perlakuan kejam dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Dan Yurisdiksi Peradilan Anak dalam hal perkara pidana adalah mereka yang telah berusia 8 tetapi belum mencapai 18 Tahun.

  4. Pengadilan Pajak; dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002, dan memiliki yurisdiksi menyelesaikan sengketa di bidang pajak. Sengketa pajak sendiri merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk didalamnya gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang penagihan pajak dengan surat paksa.

  5. Pengadilan Perikanan; dibentuk dan didirikan berdasarkan Undang-Undang 31 Tahun 2004. Peradilan ini berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus tindak pidana di bidang perikanan, dan berada di lingkungan Peradilan Umum dan memiliki daerah hukum sesuai dengan daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.

  6. Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi; dibentuk dan didirikan berdasarkan amanat Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan ini memiliki yurisdiksi untuk menangani perkara korupsi dan berkedudukan di jakarta.

Malaysia merupakan Negara bekas jajahan Inggris, Sebagai bekas jajahan Inggris, Malaysia tetap mempertahankan tradisi hukum kebiasaan Inggris (Common Law System). Malaysia tidak menghilangkan Hukum Asli yang Notabene sudah ada jauh sebelum Hukum Inggris masuk kedalam tatanan hukum negara Malaysia, Hal ini disebabkan Malaysia ingin mempertahankan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya. Tradisi sistem common law dari inggris ini berdiri ditengah-tengah sistem hukum Islam yang dilaksanakan oleh pengadilan atau Mahkamah  Syari’ah dan hukum adat dari berbagai kelompok penduduk asli.

Sistem Peradilan Malaysia dibagi dan disesuaikan dengan hukum yang dibuat tanpa menghilangkan sistem hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dimasyarakatnya. Peradilan di Malaysia antara lain :

  1. Pengadilan Tinggi; Terdapat 2 pengadilan tinggi, satu di Semenanjung Malaysia, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Malaya, dan yang lain di Malaysia Timur, yang dikenal sebagai Pengadilan Tinggi di Sabah dan Sarawak. Pengadilan ini memiliki yurisdiksi murni tidak terbatas pada wilayahnya. Mereka juga dapat menerima pengajuan banding dari Session Courts dan Magistrates’ Courts.Pengadilan Tinggi di Malaysia kedudukannya untuk memeriksa perkara tingkat pertama dan juga sebagai tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts.

  2. Pengadilan Banding; Beberapa Pengadilan Banding diantaranya Pengadilan Banding Malaysia (Mahkamah Rayuan) dan Pengadilan Federal (Mahkamah Persekutuan). Pengadilan Banding terdiri seorang presiden pengadilan dan 10 hakim. Kewenangan Pengadilan Banding ialah memeriksa pengajuan banding pengadilan tinggi dan memiliki yurisdiksi lain sebagaimana diatur hukum federal. Di Malaysia, Pengadilan Banding merupakan pengadilan yang menilai putusan pengadilan tinggi. Di Indonesia pengadilan Banding disebut Pengadilan Tinggi. Sedangkan di Malaysia merupakan pengadilan tingkat pertama sekaligus tingkat banding bagi Session Courts dan Magistrates’ Courts

  3. Pengadilan federal; Pengadilan Federal terdiri dari ketua peradilan pengadilan federal, presiden pengadilan banding, kepala hakim pengadilan tinggi, dan 7 hakim lainnya yang ditunjuk raja di bawah nasehat ketua peradilan Pengadilan Federal. Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi dalam menetukan keabsahan sebuah hukum dengan pertimbangan hal ini berkaitan dengan persoalan di luar kewenangan parlemen dan legislasi negara bagian dalam membuat hukum. Selanjutnya, raja dapat mengajukan pertanyaan mengenai dampak ketentuan undang-undang terhadap Pengadilan Federal. Pengadilan Federal juga memiliki yurisdiksi untuk menentukan perselisihan antar negara bagin atau dalam federasi dan negara bagian lain. Ketika pertanyaan mengenai dampak undang-undang berada dalam proses pengadilan di pengadilan yang lain, Pengadilan Federal memiliki yurisdiksi untuk menentukan pertanyaan dan membatalkan perkara pada pengadilan lain sesuai dengan ketentuan Pengadilan Federal

  4. Session Courts; memiliki yurisdiksi pidana untuk mengadili semua kejahatan yang tidak tersentuh hukuman mati. Pengadilan ini juga memiliki yurisdiksi dalam perkara perdata berkaitan dengan kecelakaan kendaraan, perkara tuan tanah dengan penyewanya, dan perkara lain dengan jumlah ganti rugi sekitar 250.000 Ringgit, dan juga dapat memeriksa perkara dengan tuntutan yang lebih tinggi atas kesepakatan dengan pihak yang terkait. Namun, perselisihan perdata yang berhubungan dengan permintaan atas sesuatu misalnya rescesi kontrak, injunksi, keputusan deklaratif, atau pelaksanaan perwalian berada di luar yurisdiksi Sessions Courts.

  5. Magistrates’ Courts; merupakan kelas pertama yang memeriksa perkara pidana dengan hukuman terbatas pada 10 tahun penjara atau hukuman denda. Pengadilan ini dapat memutuskan hukuman 5 tahun penjara, denda sebesar $10.000, pencambukan sebanyak 12 kali, atau gabungan ketiganya. Magistrates Courts juga dapat memeriksa pengajuan banding oleh Pengadilan Pengulu. Magistrates’ Courts kelas dua memeriksa perkara perdata dengan tuntutan sebesar 30.000 Ringgit dan perkara pidana dengan hukuman penjara 12 bulan atau hukuman denda. Pengadilan ini dapat memberi hukuman penjara sampai 6 bulan, denda sebesar 1.000 Ringgit atau gabungan kedua hukuman tersebut.

  6. Pengadilan Pengulu; Mengerjakan perkara yang melibatkan pihak-pihak Asia yang menggunakan dan memahami bahasa Melayu. Pengadilan ini juga berurusan dengan perkara perdata dengan tuntutan sebesar 50 Ringgit dan kejahatan ringan dengan hukuman maksimal denda sebesar 25 Ringgit.

  7. Pengadilan Juvenile (Pengadilan anak); Kejahatan yang dilakukan oleh kelompok juvenile (antara umur 10 sampai 18 tahun) diadili melalui pengadilan juvenile, kecuali jika kejahatan yang dilakukan berat. Pengadilan ini terdiri dari 2 penasehat (salah satunya, jika memungkinkan perempuan). Magistrate memutuskan sebuah perkara, dan para penasehat hanya memberi nasehat pada hukuman. Hukuman penjara adalah jalan terakhir dibandingkan dengan pengiriman ke sekolah khsusus yang telah ditentukan.

  8. Pengadilan Syariah; Pengadilan ini memiliki yurisdiksi atas kaum muslim berkaitan dengan hukum perseorangan dan keluarga misalnya pertunangan, pernikahan, perceraian, perwalian, adopsi, legitimitasi, suksesi, beserta sedekah dan wakaf

  9. Pengadilan Pribumi; Yurisdiksi yang berlaku berbeda antara pengadilan di Sabah dan pengadilan di Sarawak, namun secara umum meluas pada situasi dimana kedua pihak merupakan golongan pribumi; perkara yang diperiksa diantaranya urusan agama, seksualitas, atau pernikahan dimana salah satu pihak adalah pribumi; dan perkara lain dimana yurisdiksi diatur oleh hukum tertulis

Juga terdapat pengadilan militer yang berurusan dengan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan militer. Pengadilan ini tidak memiliki yurisdiksi persoalan hukum perdata yang berkaitan dengan warga negara atau personel militer, dan tidak memiliki yurisdiksi pidana atas warga negara. Menteri yang bertanggung jawab atas undang-undang hubungan industrial dapat mengajukan perselisihan antara para penyedia lapangan kerja dengan serikat perdagangan pada pengadilan industri, dan direktur jenderal buruh dapat dipanggil untuk mengatasi perselisihan mengenai gaji karyawan.

Banyak undang-undang yang menyediakan arbitrase, selanjutnya undang-undang arbitrase tahun 1952 menyediakan peraturan untuk arbitrase domestik. Terdapat juga pusat regional untuk arbitrase di Kuala Lumpur yang menyediakan fasilitas untuk dilaksanakan arbitrase atas transaksi komersial Internasional.

Daftar Pustaka

Soekamto, Soerjono, 1979, Perbandingan Hukum, Alumni, Bandung.

Munir Fuady, 2010, Perbandingan Ilmu Hukum, Refika Aditama, Bandung.

De Cruz, Peter, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist Law, Bandung : Nusa Media,  2010

Rahardjo, Satjipto,  Lapisan-Lapisan dalam Studi Hukum, Malang : Bayumedia Publishing, 2009

Soekanto, Soerjono, Perbandingan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989

Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia

1,311 views0 comments
bottom of page