DEGRADASI PANCASILA DAN ISU KEBANGKITAN KOMUNISME DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG HALUAN IDEOLOGI PANC
Oleh:
Lutfiah Bulqis Arifin, Annisa Amalia Dwi Cahyani, Besse Resky Amalia, Hema Maline
Patigai, dan Mohammad Fachri Haekal Universitas Hasanuddin A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Menurut Bung Karno, “Pancasila is the “philosofische
grondslag” of Indonesian Independence. This pholosofische grondslag means
foundation, philosophy, the most profound thought, the spirit, and the deepest
desire, upon which to build the eternal, indestructible mansion of Independent
Indonesia”. Sejalan dengan pemikiran Bung Karno, Kaelan berpendapat bahwa “Pancasila
adalah filsafat negara yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai filsafat negara atau dasar falsafah negara
(Philosofische Gronslag) berfungsi sebagai fundamen kenegaraan”. Makna
filosofis dari pernyataan ini adalah bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negara harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara,
tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum, serta
segala penyelenggaraan negara.
Apabila kita merujuk pada konsep stuffen theory Hans Kelsen, maka Pancasila
bukanlah staat fundamental norm, tetapi di atasnya lagi, karena ia merupakan filsafat bangsa. Sebab itu Pancasila disebut juga sebagai volkgeist Pancasila sebagai volkgeist menjadi salah satu piranti utama bagi konsep kehidupan
bertatanegara di Indonesia. Secara ketatanegaraan, posisi Pancasila menjadi sumber
dari segala sumber hukum.6 Pancasila merupakan nilai dasar dari bangsa Indonesia,
serta merupakan landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia
sejak kemerdekaan. Mengingat pentingnya keberadaan Pancasila tersebut di
Indonesia, tentunya pembuatan ideologi Pancasila telah melewati proses yang
sangat panjang.
Konsiderans Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir
Pancasila yang menyatakan bahwa rumusan Pancasila sejak 1 hingga rumusan final
18 Agustus 1945 ialah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar
negara.7 Makna satu kesatuan proses lahirnya Pancasila ini juga dapat dipahami
bahwa rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 dijiwai dari Pidato Soekarno 1 Juni
1945 dan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Dengan kata lain, tidak dapat
memisahkan rumusan Pancasila dari sudut pandang tiga peristiwa itu masingmasing.
Dalam perjalanan sejarah, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode
(2009-2014) telah mengeluarkan Empat Pilar MPR dimana Pancasila menjadi salah
satu pilarnya. Melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017, Presiden Jokowi
membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Kemudian melalui
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018, Presiden Jokowi membentuk Badan
Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Seakan tak mau kalah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode (2019-
2024) saat ini tengah membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi
Pancasila (RUU HIP) yang merupakan inisiatif DPR atas usul dari partai PDIP.
Pembahasan RUU HIP ini telah menimbulkan kegaduhan di ruang publik. Hadirnya
RUU HIP ini dinilai tidak tepat dibahas di tengah masa pademi. Sebab, RUU HIP
bukanlah menjadi urgensi untuk dibahas saat ini. Haluan Ideologi Pancasila sendiri, merupakan pedoman bagi penyelenggara
negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi,
sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh warga negara dan
penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila.8
Motivasi pembentukan RUU HIP tentunya dapat kita temukan dalam naskah
akademik. Berdasarkan latar belakang yang terdapat pada naskah akademik RUU
HIP, maka dapat diketahui bawah motivasi pembentukan RUU HIP adalah
pandangan subyektif legislatif atau DPR RI atas kondisi kekinian bangsa Indonesia.
Sehingga dinyatakan secara jelas, “maka diperlukan campur tangan negara untuk
memelopori mengimplementasikan ideologi Pancasila sesuai tantangan jaman masa
kini”. Ini menunjukkan bahwa RUU HIP tidak berangkat dari kebutuhan nasional
dan masyarakat Indonesia, melainkan DPR RI “memaksakan kehendaknya” agar
negara terlibat dalam kepentingan politik praktis yang sangat subyektif dan
bernuansa tendensius.9
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sangat
menarik untuk menjadi kajian dan pembahasan publik. Mengingat Pancasila milik
bersama seluruh bangsa Indonesia, bukan milik satu golongan tertentu. Karenanya,
siapapun itu lapisan masyarakat, berhak untuk menanggapi dan memberikan
sumbangsih pemikirannya terhadap RUU HIP. Baru dua bulan kurang, sejak
beredarnya file draf Naskah Akademik dan RUU HIP tertanggal 26 April 2020
melalui sosial media, telah menuai reaksi besar dari masyarakat berupa penolakan
dan tanggapan serius, bahkan di bulan Juni telah banyak kegiatan-kegiatan ilmiah
dan diskusi membedah RUU HIP secara online. Fenomena ini memecahkan rekor
kontroversial suatu RUU dengan tanggapan yang sangat cepat dari masyarakat,
hanya kurang dari dua bulan. 10
Salah satu alasan yang mendasari timbulnya penolakan keras terhadap RUU
HIP adalah tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Ajaran
Komunisme/ Marxisme sebagai salah satu konsideran.
Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan paham
atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi
penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.11 Indonesia
sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila, tidak mengenal adanya pemisahan
antara negara dengan agama. Tidak ada tempat bagi segala paham yang
memisahkan antara agama dengan negara. Oleh karena itu, sangat tidak tepat
apabila komunisme hidup dan tumbuh di negara Indonesia.
Untuk itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih lanjut mengenai ketiadaan
TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 sebagai salah satu konsideran
RUU HIP yang menjadi perhatian serius bagi masyarakat karena dinilai dapat
membangkitkan kembali paham komunisme di Indonesia. Isu besar dan sensitif
yang terdapat dalam RUU HIP tentu saja akan membawa dampak negatif dan
menjadi ancaman bagi Pancasila sebagai ideologi bangsa dengan eksistensinya.
Tulisan ini akan disusun dengan pendahuluan yang mencakup latar dari masalah
yang diangkat. Setelah pendahuluan, pada bagian II akan dikaji pembahasan terkait
ketiadaan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/ 1966 sebagai dasar hukum RUU HIP
dan bagaimana eksistensi RUU HIP menjadi ancaman bagi Pancasila yang
didasarkan pada data-data yang telah ditemukan. Selanjutnya bagian III akan
memuat kesimpulan dan saran dari keseluruhan tulisan ini.
2. Rumusan Masalah
1. Mengapa ketiadaan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966
tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Ajaran
Komunisme/ Marxisme sebagai salah satu konsideran RUU HIP dapat
mempengaruhi kebangkitan paham komunisme di Indonesia?
2. Bagaimana eksistensi RUU HIP dapat menjadi ancaman bagi Pancasila selaku
ideologi bangsa Indonesia? B. PEMBAHASAN
1. Ketiadaan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1996 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan Larangan Ajaran Komunisme/
Marxisme sebagai Salah Satu Konsideran RUU HIP dapat Mempengaruhi
Kebangkitan Paham Komunisme di Indonesia
Secara yuridis, pencegahan dan pemberantasan komunisme dilakukan dengan
penegakan hukum berdasarkan TAP MPRS Nomor XXV/1966 Tahun 1966.
Peraturan ini memuat pernyataan mengenai pembubaran Partai Komunis Indonesia
yang merupakan organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia
dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau
ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Jika kita menganalisis bagian Pembukaan dari RUU HIP mengenai dasar
hukum, bagian tersebut tidak menyantumkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan
Paham atau Ajaran Komunis/ Marxisme-Leninisme sebagai dasar hukumnya.
Mengetahui bahwa judul RUU HIP adalah menyangkut ideologi, maka secara
normatif, diharuskan menyantumkan dasar hukum mengenai ideologi yang dilarang
yaitu mengenai paham atau ajaran Komunisme.
Paham Komunisme atau Marxisme-Leninisme dinyatakan bertentangan dengan
Pancasila, terutama jika dihubungkan dengan sila kesatu Pancasila. Orang-orang
dan golongan penganut paham tersebut, khususnya PKI pada 1948 dan 1965,
dikatakan telah beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah
Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan.13
“Jika saya mati sudah tentu bukannya berarti PKI ikut mati bersama kematian
saya. Tidak, sama sekali tidak. Walaupun PKI sekarang sedang rusak berkepingkeping, saya tetap yakin bahwa ini hanya bersifat sementara. Dan dalam proses sejarah nantinya, PKI akan tumbuh kembali, sebab PKI adalah anak zaman yang dilahirkan oleh zaman”. Kutipan di atas, adalah pernyataan Sudisman – anggota Polit Biro PKI zaman DN Aidit yang diadili pada bulan Juli 1967 dan dijatuhi hukuman pidana mati yang disampaikan pada nota pembelaan (pledoi) di sidang pengadilan pada tanggal 21 Juli 1967. Pernyataan demikian menegaskan, para
anggota PKI sangat yakin bahwa komunisme tidak akan mati dari muka bumi ini,
meskipun para pengikutnya telah dieksekusi mati oleh negara. Bahkan, boleh jadi
keyakinan semacam itu, juga dipegang teguh oleh keturunan anggota PKI di masa
sekarang.14
Sejalan dengan pernyataan di atas, RUU HIP dianggap dapat memberikan ruang
untuk kembali membangkitkan paham komunis di Indonesia. Isu kebangkitan
paham komunis mulai muncul dan digeber sejak 2015 silam dan dikatakan tampak
menguat kembali pada era kepemimpinan Joko Widodo. Munculnya RUU HIP
tentunya menimbulkan banyak kontroversi dan menuai kritikan dari berbagai
kalangan. Hal yang paling dikritisi dalam RUU HIP ini adalah isu menyangkut
akomodasi paham komunisme dalam RUU HIP. Hal ini dapat dilihat pada bagian
Pembukaan RUU HIP mengenai dasar hukum, yang tidak menyantumkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XXV/MPRS/1966 tentang
Pembubaran Partai Komunis Indonesia.
Tidak dijadikannya TAP MPRS tersebut sebagai dasar hukum dari RUU HIP
mengundang banyak pertanyaan. Seperti terkesan sedang memberi ruang bagi
komunisme, juga seakan sedang mengalami amnesia sejarah. Padahal, komunisme
telah terbukti ingin mengubah ideologi negara menjadi ideologi komunis. TAP
MPRS XXV/1966 merupakan esensi penting dan ruh dari ideologi negara yaitu
Pancasila, sekaligus ikhtiar kita menjaga orisinalitas Pancasila dari pengaruh haluan
kiri dan kanan, seperti sosialis komunis dan dan kapitalis liberalis.
Dari kejadian tersebutlah lahir banyak kritikan terhadap pemerintah yang
menjabat saat ini. Masyarakat menganggap apabila tidak dicantumkan dasar hukum
yang melarang ideologi lain selain Pancasila, maka RUU HIP sangat kental dengan
kepentingan akomodasi politik untuk mengkompromikan ideologi komunis dalam
berbangsa dan bernegara. Hal ini banyak menimbulkan pro dan kontra dari
beberapa fraksi partai di pemerintahan pula. “Jangan bermain-main dengan isu-isu
sensitif yang bisa menciderai umat dan masyarakat.” Demikian penggalan pernyataan Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) Saleh Partaonan
Daulay yang menjadi pesan peringatan bagi DPR selaku penyusun Rancangan
Undang-Undang agar tak sembarangan dalam menyusun draf Rancangan UndangUndang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Selain itu juga mereka
menambahkan jika TAP MPRS tersebut diabaikan oleh pemerintah, maka fraksi
PAN akan menarik diri dari pembahasan.
Catatan sejarah Indonesia, pada tahun 1948 terjadi pemberontakan PKI yang
dikenal dengan “Madiun Affair” 1948 dan tragedi nasional pada tahun 1965 yang
kemudian dalam sejarah dikenal dengan G 30 S/PKI. Tragedi yang kemudian hari
dikenang sebagai pengkhianatan PKI itu menjadi trauma politik rakyat Indonesia.15
Trauma inilah yang kemudian dikedepankan dan menjadi dasar yang kuat untuk
menolak adanya paham komunisme yang berkembang di Indonesia.
Badan Legislasi (Baleg) sebagai alat kelengkapan dewan yang semula
merumuskan dan membahas di tingkat awal RUU HIP harusnya memperhatikan
hal-hal apa saja yang harus dimasukkan ke dalam RUU HIP tersebut. Dalam
pembahasan, sejumlah fraksi telah mengingatkan pentingnya pencantuman TAP
MPRS XVV/1966. Namun sepertinya hal tersebut tak juga digubris oleh DPR
sebagai Badan Legislasi hingga akhirnya diparipurnakan dan disahkan menjadi usul
insiatif DPR.
Tentu saja dengan kejadian tersebut tak sedikit masyarakat mempertanyakan
motif meniadakan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dari RUU HIP. Sebab itu,
boleh jadi masyarakat justru menduga seolah adanya upaya pengaburan sejarah
terkait paham komunisme yang telah menjadi memori buruk bagi bangsa kita.
Terlebih lagi paham komunisme sangat bertolak belakang dengan dengan jati diri
dan ideologi bangsa kita yaitu Pancasila.
Menanggapi hal ini, pihak dari MPR sendiri menganggap tidak ada kejanggalan
yang terdapat di RUU HIP tersebut. Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah telah
memastikan tidak ada ruang bagi Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk kembali
bangkit. Ia juga menegaskan bahwa TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih
berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, tanpa disebutkan pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang
politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan
keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah
bagi seluruh warga negara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila”.17 Tentunya dengan dibuatnya
RUU HIP ini pemerintah dan DPR berharap RUU HIP dapat berfungsi sebagai
ideologi dinamis yang melekat dalam diri setiap warga Indonesia sehingga mampu
menjawab seluruh permasalahan yang muncul di tengah globalisasi dan revolusi
industri 4.0.18
Akan tetapi, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU
HIP) justru menuai kontroversi di tengah masyarakat karena dinilai RUU HIP ini
hadir di waktu yang tidak tepat. Disaat masyarakat butuh penanganan terhadap
angka wabah covid-19 yang kian meningkat, DPR justru mengusulkan RUU HIP
yang dinggap tidak memiliki urgensi untuk dibahas. Fraksi pengusung RUU HIP
ini yaitu PDIP menyampaikan bahwa tujuan dibuatnya undang-undang ini adalah
mulia, selain untuk menguatkan BPIP, keberadaannya pun akan menangkal
masuknya pemahaman yang bertentangan dengan Pancasila. Akan tetapi respon
berbagai pihak justru sebaliknya, berbagai kalangan baik dari ormas maupun
mahasiswa menganggap bahwa keberadaan RUU HIP menjadi ancaman bagi
Pancasila. Ketika ada RUU yang ingin menyentuh Pancasila bahkan mengotakatiknya, sangat wajar bila menimbulkan reaksi dari berbagai pihak masyarakat.
Penyusun RUU HIP semestinya menyadari bahwa Pancasila itu sumber dari
segala sumber hukum negara, sehingga tidak perlu diatur dalam bentuk peraturan
perundang-undangan apapun karena kedudukan pancasila yang meta norma atau
berada diatas peraturan manapun. Sehingga jika ada peraturang perundangundangan yang ingin mengatur pancasila, sungguh tujuan utama peraturan itu ialah
untuk menciderai ruh pancasila.
Dikarenakan ada kepentingan politik di belakangnya, Pancasila diturunkan
derajatnya menjadi UU. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa UU bersifat
dinamis, sedangkan Pancasila bersifat statis. UU seperti area terbuka untuk diuji, dicabut, diubah, dan dibatalkan. Sedangkan Pancasila yang ada sekarang sudah
berada pada tempatnya yang luhur.19 Hadirnya RUU HIP menuai kontroversi yang
kian memanas, walaupun pemerintah telah memutuskan untuk menunda
pembahasannya namun tidak mudah redam begitu saja, karena telah terlanjur
memancing emosi masyarakat.
RUU HIP banyak mengandung isu-isu besar dan sensitif. Salah satunya yaitu,
dalam naskah akademik RUU HIP tidak menyebutkan ideologi yang dilarang
berkembang di Indonesia yaitu Komunisme. Seharusnya jika membahas mengenai
ideologi Pancasila maka perlu juga dicantumkan mengenai ideologi atau pahampaham yang bertentangan dengan ideologi bangsa. Hal ini tentu saja bertujuan
untuk menghalangi paham-paham tersebut kembali hidup di bumi pertiwi.
Seperti yang kita ketahui, paham komunis merupakan salah satu tantangan bagi
pancasila yang mana ajaran komunis berasaskan materialisme yang mengandung
kepercayaan bahwa Tuhan atau bidang adikodrati (super natural realm) tidak ada.20
Meski organisasi komunis telah dibubarkan dan negara komunis pun dibubarkan,
pahamnya tidak berarti hilang bersama bubarnya Partai Kominis Indonesia atau
bubarnya Uni Soviet. Seorang tokoh komunis Indonesia, Alimin pernah mengatakan, “Partai
Komunis yang betul-betul revolusioner, harus berkata dengan terus terang, bahwa
Partai Komunis tidak dapat menerima Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan
orangorang komunis merasa jijik untuk menutupnutupi pandangan dan tujuannya.
Pancasila adalah bertentangan dengan dialektika materialisme.”21 Dari pernyataan
ini maka terlihat jelas bahwa, prinsip Ketuhanan yang terdapat pada sila pertama
Pancasila sangat bertentangan dengan ideologi komunis yang tidak mengakui
adanya Tuhan.Dalam segi ideologis, kaum komunis melandaskan kepercayaannya pada
historikal materialis. Ideologi komunisme tidak mempercayai Tuhan, agama
dilarang tegak karena hanya dianggap sebagai candu bagi manusia sebagaimana yang dikatakan Marx. Ia juga menyebutkan bahwa agama hanya akan menjadi
penghalang bagi terwujudnya masyarakat komunis.
22
Untuk mencapai masyarkat komunis yang materialis tersebut, mereka
mentempuh segala cara yang mengabaikan nilai-nilai agama dan susila.
Materialisme mengajarkan mereka bahwa sifat manusia itu adalah hasil dari
interaksinya dengan dunia materi di luarnya, bahwa kesadaran manusia ditentukan
oleh keberadaan sosialnya. Tindakan-tindakan pemaksaan dan kekerasan
merupakan salah satu ciri dari ajaran komunisme. Ciri lain ajaran komunisme ialah
upaya menyebarkan kebencian terhadap pihak yang berbeda pandangan.
Faktanya, pelaksanaan dan pemberlakuan ajaran dan paham komunisme di
mana pun senantiasa menelan korban manusia, sebagai contoh peristiwa G30S/PKI
yang merenggut nyawa tujuh perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa
orang yang lain dibunuh dalam suatu usaha kudeta. Penghargaan kepada nyawa
manusia sama sekali tidak ada dalam praktek komunisme. Yang dipentingkan
adalah tercapainya tujuan, bukan baik atau tidaknya cara yang dipakai. Sekali lagi
bagi komunis semua cara sah dan halal meski harus menghilangkan nyawa manusia.
Selain berisi atheism23 dalam lapangan falsafahnya, komunisme dalam
lapangan politiknya memegang paham anti demokrasi atau diktatur proletariar. Hal
ini bertujuan untuk menghalangi mereka yang tidak sejalan dengan pemikiran kaum
komunis. Dengan demikian ideologi komunisme cenderung melahirkan suatu
sistem politik yang otoriter dan tirani. Kemudian dalam lapangan sosial, komunisme menganjurkan pertentangan dan
perjuangan kelas. Marx membagi masyarakat menjadi dua kelompok besar yang
saling bermusuhan yaitu, borjuis dan proletariat. Dalam perjuangan kelas tersebut,
Marx menempatkan proletariat sebagai kelas yang paling menderita dan mewakili
kaum pekerja seluruh manusia. Kelas proletar adalah kelas yang memenuhi
kebutuhan hidupnya semata-mata dengan menjual tenaganya. Sedangkan kelas
borjuis terdiri dari para pemilik sumber-sumber produksi. Kemudian, dalam lapangan ekonomi menghilangkan hak perseorangan dengan prinsip sama rata dan sama rasa. Manusia dianggap sebagai benda mati yang tidak
mempunyai keinginan untuk berkembang, maju dan mandiri.25 Dengan kata yang
lebih jelas, dalam masyarakat komunis manusia menjadi budak sistem yang sangat
menguntungkan yang bebas dan merdeka. Dan mereka adalah pengatur sistem itu
sendiri. Inilah perbudakan besar dan kolektif dalam sebuah negara yang dikontrol
langsung oleh negara itu sendiri. Melihat aspek-aspek dari paham komunis yang telah dipaparkan di atas, serta
menghargai sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang merupakan sila yang
menjadi asas dari sila-sila lainnya menjadi amat sangat penting bagaimana
Pancasila melihat agama dan Tuhan. Hal inilah yang menunjukkan bahwa Pancasila
sangat bertentangan dengan paham dan ajaran komunisme yang mempunyai tujuan
menyebarkan paham atheisme. Selain menganut paham atheisme, komunisme juga identik dengan tindakantindakan pemaksaan, kekerasan, kebencian dan permusuhan yang menyebabkan
paham ini jauh dari nilai kesusilaan dan keberadaban. Hal ini tentu bertentangan
dengan Pancasila yang menganut nilai-nilai kemanusiaan yang beradab.
Atas dasar inilah komunisme tidak mempunyai ruang dalam Pancasila. Dengan
sikap dan sifatnya yang sangat bertentangan dengan dasar NKRI, maka ajaran ini
tidak layak hidup subur di bumi pertiwi yang pernah dikhianati oleh PKI dengan
melakukan kudeta atas pemerintahan yang sah dengan upaya menjadikan Indonesia
tidak berdaulat di bawah kaki dan tangan Rusia, negara komunis.
Menimbang bahwa paham komunis pada hakikatnya di Indonesia sangat
bertentangan dengan Pancasila dan untuk mengambil tindakan yang tegas maka,
ditetapkanlah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tahun 1966 tentang pembubaran, pernyataan
sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah negara republik indonesia bagi partai
komunis Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau
mengembangkan faham atau ajaran komunis/marxisme-leninisme Sudah sepatutnya seluruh bangsa Indonesia menerima, mendukung dan
mempertahankan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia (MPRS-RI) Nomor XXV/ MPRS/1966 yang melarang setiap kegiatan
untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran
komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan
menggunakan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau
pengembangan paham atau ajaran tersebut di Indonesia. Maka dari itu, sangat
penting untuk mencantumkan peraturan ini sebagai dasar hukum dari RUU HIP
sehingga paham dan ajaran komunisme tidak mempunyai ruang untuk bangkit
kembali dan berusaha untuk mengganti Ideologi Indonesia.
Sejatinya Pancasila haruslah tetap menjadi sumber dari segala sumber hukum
negara, tanpa perlu dijadikan UU. Karena sebagai dasar negara, penafsiran
Pancasila telah dijabarkan dalam batang tubuh UUD NRI 1945. Sehingga
Pembukaan UUD NRI 1945 dan batang tubuh UUD NRI 1945 adalah haluan
negara, haluan berbangsa dan bernegara, haluan seluruh pemerintahan dalam
mengambil kebijakan. Pancasila lebih tinggi dari batang tubuh UUD NRI 1945.
Mengapa Pancasila harus diuraikan secara rinci lagi ke dalam RUU HIP. DPR RI
telah dengan sengaja menjatuhkan derajat Pancasila dari kedudukannya yang luhur,
sebagai sumber nilai, pedoman, haluan dan dasar negara. Karena Pembukaan UUD
NRI 1945 tidak bisa diamandemen, hanya batang tubuhnya yang dapat
diamandemen C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Sejak bergulir di publik, RUU HIP mengundang sejumlah perdebatan.
Perdebatan ini mengandung hal yakni tak dimasukkannya TAP MPRS Nomor
XXV/1966 Tahun 1966 yang melarang PKI dan paham Komunisme/MarxismeLeninisme. Hal ini dicurigai sejumlah pihak sebagai legitimasi kembali masuknya
paham Komunisme. Jika berbicara mengenai Pancasila maka sejatinya, TAP
MPRS Nomor XXV/1966 Tahun 1966 harus menjadi dasar pertimbangan utama
setelah UUD 1945. RUU HIP dinilai tak mendesak untuk dibahas apalagi
pembahasan ini dilakukan ditengah merebaknya Covid-19 di Indonesia. Setelah
membaca draf RUU HIP dengan seksama, memang terdapat materi yang substantif
justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. RUU HIP dan beberapa hal
yang berkaitan dengan penguatan Pancasila sebenarnya tidak diperlukan karena
secara hukum Pancasila mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan kuat.
RUU HIP yang mengandung isu kebangkitan paham komunisme menjadi
perhatian utama, karena seperti yang kita ketahui komunisme dan Pancasila
merupakan dua hal saling bertentangan. Oleh karena itu, apabila pembahasan RUU
ini berlanjut maka hal ini justru akan menjadi ancaman bagi Pancasila selaku
ideologi bangsa. Mengapa? Karena Pancasila haruslah tetap menjadi sumber dari
segala sumber hukum negara, tanpa perlu dijadikan UU. Sebagaimana yang kita
ketahui bahwa UU bersifat dinamis sedangkan Pancasila bersifat statis.
2. Saran
Dalam menghadapi perdebatan yang timbul akibat RUU HIP, sudah seharusnya
DPR sebagai wakil rakyat mendengar suara dari masyarakat. Pancasila perlu untuk
dilindungi dari bahaya dan praktik paham-paham apapun yang bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila. Untuk itu, TAP MPRS Nomor XXV/1966 Tahun 1966
memiliki peran yang penting dalam melindungi bangsa serta ideologi kita dari
paham Komunisme yang pernah menjadi memori buruk bagi bangsa ini.
Pemerintah harusnya mampu untuk menegaskan paham-paham yang dilarang
hidup di Indonesia dengan memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/1966 Tahun
1966 sebagai dasar hukum dari RUU HIP. Hadirnya RUU HIP justru menjatuhkan
derajat Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Demi melindungi Pancasila yang merupakan hasil renungan dan pemikiran bangsa kita,
maka kita harus menolak hal-hal yang bertentangan dengan budaya dan jati diri
bangsa. Bangsa Indonesia perlu belajar dari dua pengalaman sejarah kekuasaan di
masa lalu ketika perumusan Perundang-undangan atau kebijakan penerapan
ideologi Pancasila disalahgunakan dan dijadikan instrumen kekuasaan yang
bersifat monolitik oleh penguasa. DAFTAR PUSTAKA BUKU
Jurdi, Fajlurrahman. 2019. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.
Kaelan. 2009. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta:
Paradigma.
Keputusan2 M.P.R.S. Sidang Umum ke-IV 20 Djuni – 6 Djuli 1966. 1996. Yogyakarta: U.P.
Indonesia.
Lyman Tower Sargent. 1987. Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer. Jakarta: Erlangga.
Romly, A.M. 1997. Agama Menentang Komunisme. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Soerojo, Soegiarso. 1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai (G30S/PKI dan Peran
Bung Karno). Jakarta: C. V. Sri Murni.
Setijo, Pandji. 2011. Pendidikan Pancasila Perspektif sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor
XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia,
Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Diseluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk
Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunis/MarxismeLeninisme.
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Haluan Ideologi Pancasila.
JURNAL
Casedi, Edi dan Syamsul Hidayat. 2017. Pemikiran Paham Komunis Perspektif Pancasila.
Jurnal Studi Islam Vol. 18 No. 2.
Hariyadi, Anton. 2020. Siapa Yang Membutuhkan RUU HIP. Adalah: Buletin Hukum dan
Keadilan Vol. 4 No. 3.
Hufron dan Hajjatulloh. 2020. Aktualisasi Negara Hukum Pancasila dalam Memberantas
Komunisme di Indonesia. Mimbar Keadilan Vol. 13 No. 1.
Prawiranegara, Sjafruddin. 1948. PANCASILA AS THE SOLE FOUNDATION. Indonesia
Volume 38. Southeast Asia Program Publications at Cornell University: Cornell
University Press
Samsuri. 2001. Komunisme Dalam Pergumulan Wacana Ideologi Masyumi. Millah Vol. 1 No.
1.
Sulardi. 2000. Diskursus Seputar Tap. MPRS No. XXV. Jurnal Ilmiah Bestari No. 30
Oleh: Lutfiah Bulqis Arifin, Annisa Amalia Dwi Cahyani, Besse Resky Amalia, Hema Maline Patigai, dan Mohammad Fachri Haekal Universitas...