top of page

Penanaman dan Penjiwaan Nilai Ketuhanan dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Untuk Mewujdukan Ban

Penanaman dan Penjiwaan Nilai Ketuhanan dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Untuk Mewujudukan Bangsa dan Negara yang Sejahtera

Penulis: Sukardi

BAB I

Pendahuluan

  1. Latar Belakang

Sejatinya tuhan adalah pencipta tunggal di muka bumi, baik yang dapat terlihat secara kasat mata maupun yang tidak dapat terlihat. Setiap orang meyakini bahwa segala hal yang tercipta tidak akan muncul begitu saja melainkan melalui proses yang dikehendaki oleh Tuhan. Sampai saat ini sebagian besar manusia masih meyakini dengan teguh bahwa Tuhan menjadi pencipta yang tunggal diawal zaman dan akan tetap menjadi pencipta tunggal sampai diakhir zaman.

Keyakinan tehadap adanya Tuhan tidaklah dimiliki oleh setiap manusia, hal ini dikarenakan masih ada beberapa manusia yang menutup diri dari kepercayaan terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta tunggal di muka bumi. Golongan yang tidak percaya akan adanya Tuhan ini biasa disebut sebagai ateisme. Ateisme menurut KBBI adalah sebuah paham yang tidak mengakui adanya Tuhan. Orang yang pertama kali mengakui dirinya sebagai ateis adalah Baron d’Holbach pada abad ke-18. Pada survei yang dilakukan pada tahun 2005  yang dipublikasikan di Ensiklopiedia Britannica menunjukkan bahwa sekitar 2,3% populasi dunia mengaku sebagai ateis.

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan larangan secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan terhadap larangan seseorang menjadi ateis. Namun ketika menelaah dan mencermati secara mendalam dengan bertumpu pada ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila telah membuka gambaran bahwa pada hakikatnya Indonesia tidak menganut paham ateis, sebagaimana di dalam sila pertama Pancasila sebagai ideologi negara yang menyatakan bahwa ketuhanan yang maha esa kemudian diperjelas pada butir pertama sila pertama Pancasila yang menyatakan “Percaya dan takwa kepada tuhan yang maha esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”, dengan kata lain bahwa Indonesia sangat tidak menghendaki warga negara yang tidak percaya kepada Tuhan atau ateis.

Nilai ketuhanan yang dianut oleh Indonesia adalah dasar  fundamental dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara ideal, ketika nilai ketuhanan ditanamkan dengan baik dalam menjalankan roda pemerintahan di Indonesia, maka dapat dipastikan bahwa masyarakat akan merasakan kondisi berbangsa dan bernegara yang penuh dengan kenyamanan dan ketentraman. Namun pada faktanya ketika menengok pada kondisi negara saat ini, maka dapat dikatakan Indonesia mengalami darurat kejahatan, yang dalam hal ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat umum melainkan juga dilakukan oleh pejabat negara terutama kejahatan korupsi yang saat ini mengerogoti negara secara perlahan.

Gambaran mirirs terhadap kasus korupsi di Indonesia dapat terlihat dari berita yang termuat dalam Liputan6.com yang menjelaskan bahwa kasus korupsi yang telah diputus oleh Mahkamah Agung (MA) sebanyak 803 kasus dan menurut hasil penelitian Laboratorium Ilmu Ekonomi Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada mengungkap bahwa 803 kasus korupsi tersebut menjerat 967 terdakwa korupsi. Menurut data yang juga diperoleh dalam berita yang sama bahwa jika dikalkulasikan sejak tahun 2001 sampai 2015 maka jumlah  kasus korupsi yang telah diputus oleh MA pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali telah mencapai 2.321 kasus dengan menjerat koruptor sebanyalk 3.109 orang. Sungguh sebuah gambaran yang sangat ironi bagi negeri yang senantiasa menjunjung nilai-nilai ketuhanan namun tak mampu membendung kerasnya godaan akan jabatan dan uang.

Rumusan Masalah

  1. Apa saja dampak negatif yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara?

  2. Bagaimana solusi dalam memberantas kejahatan korupsi di Indonesia melalui penanaman dan penjiwaan nilai-nilai ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

BAB II

Pembahasan

  1. Dampak Negatif Korupsi

Korupsi adalah salah satu kejahatan luar biasa karena menimbulkan dampak yang sangat besar bagi stabilitas kehidupan masyarakat. Menurut Prof. Andi Hamzah korupsi itu berarti busuk, buruk, bejat, tidak jujur, jauh dari kesucian, kata-kata ucapan yang menghina atau memfitnah. Hal ini juga sejalan dengan pandangan agama bahwa korupsi adalah kejahatan yang sangat dibenci oleh Tuhan, karena merupakan perbuatan yang zalim terhadap rakyat dengan mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadinya, sehingga dapat dikatakan bahwa korupsi adalah perbuatan yang sangat terkutuk.

Tindakan korupsi sangat dibenci dan menjadi musuh bersama karena dapat menimbulkan dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Adapun dampak buruk perilaku korupsi yang dirilis oleh kompasiana.com adalah sebagai berikut:

Dampak terhadap ekonomi:

  1. Lambatnya pertumbuhan ekonomi dan investasi;

  2. Turunya produktivitas dalam negara;

  3. Rendahnya kualitas barang dan jasa;

  4. Menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak;

  5. Meningkatnya hutang negara.

  6. Dampak sosial dan kemiskinan rakyat:

  7. Matinya harga jasa dan pelayanan publik;

  8. Lambatnya penuntasan kemiskinan rakyat;

  9. Akses bagi masyarakat sangat terbatas;

  10. Bertambahnya angka kriminalitas.

  11. Runtuhnya otoritas pemerintahan:

  12. Matinya etika sosial politik, yakni para wakil rakyat tidak lagi menjadi pelindung bagi rakyat dalam membawa suara aspirasi rakyat, melainkan hanya mementingkan kepentingan politik untuk menyelamatkan para anggota politik yang terjangkit dalam tindakan korupsi;

  13. Tidak berlakunya peraturan perundang-undangan secara efektif, yakni arus uang dan jabatan terkadang lebih besar memberikan pengaruh dalam menjalankan hukum dibanding kekuatan hukum itu sendiri sehingga pada akhirnya hukum hanyalah dijadikan sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan.

  14. Dampak terhadap politik dan demokrasi:

  15. Munculnya kepemimpinan yang korup;

  16. Hilangnya kepercayaan publik terhadap demokrasi;

  17. Menguatnya sistem politik yang dikuasai oleh pemilik modal;

  18. Hancurnya kedaulatan rakyat.

  19. Dampak terhadap penegak hukum:

  20. Fungsi pemerintahan tidak berjalan dengan baik;

  21. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah.

  22. Dampak terhadap pertahanan dan keamanan:

  23. Melemahnya alutsista (senjata) dan sumber daya manusia;

  24. Melemahnya garis batas negara;

  25. Meningkatnya kekerasan dalam masyarakat.

  26. Dampak terhadap lingkungan;

  27. Menurunnya kualitas lingkungan;

  28. Menurunnya kualitas hidup.

Berbagai dampak tersebut semakin meyakinkan bahwa korupsi adalah musuh bersama dan menjadi tantangan bersama untuk melakukan pemberantasan. Aparat penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat harus membentuk sinergi yang baik dalam melakukan pembrantasan korupsi sampai ke akar-akarnya. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang akan semakin tertinggal bila korupsi tidak diberantas secepatnya. Cita-cita kesejahteraan hanyalah menjadi angan-angan semata ketika korupsi terus mengerogoti bangsa ini.

  1. Upaya Pemberantasan Korupsi Melalui Penanaman dan Penjiwaan Nilai Ketuhanan

Pengakuan Indonesia terhadap nilai ketuhanan telah diamanatkan pada sila pertama Pancasila dan pada pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa”. Nilai inilah yang menjadi landasan awal bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga untuk membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dan terhindar dari korupsi maka tentunya nilai ketuhanan menjadi pondasi utama yang harus ditanamkan dengan baik.

Korupsi sebagai salah satu kejahatan yang sangat mengancam terhadap kemaslahatan bangsa menjadi tantangan tersendiri bangsa Indonesia dalam melakukan pemberantasan. Nilai-nilai ketuhanan sebagai pegangan dasar haruslah menjadi senjata utama dalam memberantas tindakan tersebut. Oleh karena itu perlu adanya strategi dan misi yang matang dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap korupsi yang saat ini semakin tak terbendung.

Adapun konsep yang penulis tawarkan dalam melakukan pemberantasan korupsi yakni dengan dua cara yaitu preventif dan refresif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan sasaran pada usia dini, yakni anak-anak senantiasa diperkenalkan dan ditanamkan nilai-nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan yang dapat diajarkan seperti berperilaku jujur, penenaman etika, pemahaman terhadap hal-hal yang dilarang dalam agama, dan sikap anti korupsi. Penanaman diusia dini dianggap sangat baik karena dapat membentuk kebiasaan dan mental kuat dalam menahan diri dari hal-hal yang tidak baik dan dilarang dalam agama.

Adapun langkah kongkret yang dapat dilakukan dalam melakukan upaya preventif tersebut yaitu dengan pemberian pendidikan yang mencerminkan bahaya korupsi. Pendidikan tersebut dapat ditanamkan melalui tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas. Sehingga nantinya tidak ada ruang untuk perilaku buruk terutama korupsi untuk mempengaruhi generasi muda saat memasuki dunia kerja.

Langkah refresif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memberantas dari sisi atas, atau dengan kata lain melakukan penindakan lansung terhadap oknum pejabat yang melakukan korupsi, hal ini dapat dilakukan dengan memutus rantai korupsi pada jabatan pimpinan sehingga tidak bisa menarik kader-kader korup lainnya untuk mengikuti jejak korupsi pimpinannya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara penguatan peran aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan serta menciptakan sinergi yang baik antara polisi, kejaksaan, Komisi pemberantasan korupsi dan hakim sebagai ujung tombak penegakan hukum dan menjadi pemegang harga diri bangsa Indonesia dalam memberantas segala bentuk tindak pidana korupsi. Adapun langkah kongkret yang dapat dilakukan adalah menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan segala bentuk tindak korupsi yang terjadi, seperti pada saat pendaftaran PNS dan kepolisian dapat menjadi sasaran dalam melakukan penidakan oknum yang melakukan suap kepada pejabat untuk memperoleh kelulusan.

BAB III

Penutup

  1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari pembahasan ini antara lain:

  1. Dampak dari tindak pidana korupsi sangatlah luas, baik itu untuk masyarakat umum maupun untuk keberlansungan bangsa dan Negara, sehingga sudah menjadi tantangan dan tugas bersama untuk melakukan pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia.

  2. Memberantas tindak pidana korupsi dapat dilakukan dengan dua metode, yakni dengan metode preventif dan refresif. Kombinasi antara kedua metode ini dianggap sangat berpengaruh dalam meminimalisir bahkan menghilangkan tindak pidana korupsi di Indonesia meskipun membutuhkan proses yang cukup lama. Harapan kesejahteraan yang selama ini dicita-citakan oleh bangsa Indonesia tentunya akan terwujud dengan kerja keras oleh aparat penegak hukum, pemerintah, dan masayarakat dalam memutus mata rantai korupsi.

  1. Saran

  2. Pemerintah seharusnya lebih peka dan merespon terhadap dampak-dampak korupsi yang telah terjadi saat ini, sehingga dapat dijadikan sebagai semangat dalam memperjuangkan penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia.

  3. Pemerintah seharusnya lebih agresif dalam melakukan penindakan terhadap korupsi, karena korupsi merupakan kejahatan yang saling menjerat antara berbagai instansi sehingga perlu pergerakan yang lebih cepat dalam melakukan penidakan.

Daftar Pustaka

Ayunigtyas, Rita, 2017, Kasus Korupsi di Indonesia Menggila, http://m.liputan6.com/news/read/2477341/kasus-korupsi-di-indonesia-menggila.

Butir Pancasila

Hamzah, Andi, 1984, Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan, Jakarta, CV. Akademika Pressindo.

KBBI

Wilkipedia Ensiklopedi Bebas, 2017, “Ateisme”, https://id.wikipedia.org/wiki/Ateisme.

21 views0 comments
bottom of page